Sebuahpabrik kelapa sawit pastinya memproduksi minyak kelapa sawit dalam jumlah besar. Dibutuhkan tanda buah segar dalam jumlah yang besar pula. Sehingga perlu disediakan kolam limbah pabrik kelapa sawit. Stasiun klarifikasi dikenal pula sebagai stasiun pemurnian. Fungsi utamanya adalah untuk memperoleh minyak kelapa sawit dalam kondisi yang benar-benar murni. Di dalam stasiun ini terdapat
PemanfaatanLimbah Cair Sebagai Pupuk Cair. Limbah cair yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit berasal dari proses klarifikasi dan proses hydrocyclone sekitar 0,65 ton/ton TBS. Limbah cair ini memiliki BOD antara 20.000 - 30.000 ppm dan pH antara 4-5, sehingga harus diolah agar sesuai persyaratan baku mutu. Limbah cair ini terdiri dari
Karakteristiklimbah cair industri kelapa sawit yang digunakan sebagai umpan (substrat) dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik limbah cair industri kelapa sawit PT. XYZ Parameter Nilai (satuan) pH 5,6 COD 50.000 mg/L Karakteristik limbah cair industri kelapa sawit memiliki nilai yang relatif lebih tinggi dari
Jikapabrik bekerja selama 20 jam/hari, maka akan dihasilkan limbah cair sebanyak 400 m3 per hari.Nilai Kalor Limbah Pabrik Kelapa Sawit (diolah dari Sukimin, 2007, Isroi dan Mahajoeno, 2007, Goenadi, 2006, dan Sydgas, 1998). Cangkang : 4105 - 4802 kkal/kg. Serat : 2637 - 4554 kkal/kg.
Hasilpemeriksaan laboratorium air limbah pabrik kelapa sawit PT. X menunjukkan bahwa parameter fisik (TSS) yaitu 875 mg/L dan parameter kimia BOD yaitu 227,2 mg/L serta COD yaitu 710,0 mg/L berada di atas baku mutu air limbah dan pada parameter kimia pH yaitu 8,19, minyak dan lemak yaitu 5,75 dengan keadaan netral pada baku mutu air limbah
oa8XU2. The performance of anaerobic processes in the bioconversion of palm oil mill effluent into gaseous fuel is very dependent on the concentration of biomass. Effort to increase the concentration of anaerobic biomass can be done by using anaerobic hybrid bioreactor. The bioreactor used had 3 chambers, each divided for an up and down flow pattern and having a working volume of 2,5 m 3. Several series of experiments were conducted with variable hydraulic retention time HRT of 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 and 5 day under room temperature conditions and continuous operation. This study uses two anaerobic hybrid bioreactors equipped with cell immobilization media. Media used in cell immobilization is a medium density form of solid palm oil mills waste, namely empty fruit bunch and palm midrib. The results showed that the anaerobic hybrid bioreactor system was capable of converting single-phase oil palm mill effluent with a good performance, and high organic loading rate of COD removal efficiency of 84% for the bioreactor with palm midrib media and 88% for the bioreactor with empty fruit bunch media within bioconversion of one day and the stability of the bioreactor is relatively high so as to convert liquid waste into fuel gas. 1 Pendahuluan Pemerintah Indonesia telah mencanangkan bahwa produksi minyak sawit kasar CPO pada tahun 2010 dicapai sebesar 12,29 juta ton. Setiap ton minyak sawit yang diproduksi akan menghasilkan 2,5 m 3 limbah cair sehingga pada tahun tersebut akan terjadi pencemaran limbah cair sebesar 30,7 juta m 3. Pencemaran ini dikategorikan sebagai pencemar lingkungan yang dahsyat karena karakteristik limbah cair tersebut mengandung COD yang sangat tinggi berkisar mg/L dan kandungan BOD 5 yang cukup tinggi berkisar dari mg/L. Sementara itu baku mutu yang diperbolehkan untuk harga COD senilai 350 mg/L dan BOD 5 sebesar 100 mg/L sesuai dengan KEPMEN LH N0. 51 Tahun 1995. Oleh karena itu, limbah cair pabrik kelapa sawit ini perlu dikonversi terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau perairan Ahmad dan Setiadi, 1993. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit secara biologis dapat dilakukan dengan sistem aerob atau sistem anaerob. Penanganan secara aerob mempunyai beberapa kelemahan antara lain membutuhkan biaya untuk aerasi dan penanganan lumpur. Kelemahan ini dapat diatasi oleh sistem anaerob dengan keuntungan antara lain tidak membutuhkan biaya untuk aerasi, lumpur yang dihasilkan sedikit dan menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pemanasan, pembakaran dan lain sebagainya Ahmad dan Wenten, 1999. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit di Indonesia sebagian besar menggunakan kolam anaerob fasa tunggal kemudian dilanjutkan dengan kolam aerob. Sistem ini mampu menyisihkan kandungan BOD hingga 95 %, namun dalam jangka waktu yang lama yakni 55 hari hingga 110 hari sehingga membutuhkan lahan instalasi yang sangat luas. Setiadi dan Arief 1992 berupaya mempersingkat waktu pengolahan dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal menjadi 3 hari dengan efisiensi pengolahan 75 %. Sementara itu, Setiadi dan Faisal 1994 mengembangkan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor berpenyekat anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 85 % dalam waktu pengolahan 2,5 hari. Beberapa rancangan sistem bioreaktor telah dilakukan untuk mengantisipasi agar biomassa dalam sistem tetap tinggi dengan waktu tinggal sel yang lama pada waktu tinggal hidraulik yang singkat. Ahmad dan Setiadi 1993 telah berhasil meningkatkan kinerja proses anaerob dalam mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 83 % dalam waktu 7 hari. Selanjutnya, Ahmad 2001 telah berhasil mempercepat waktu pengolahan menjadi 0,83 hari dengan efisiensi penyisahan COD sebesar 80 % menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob. Ahmad dkk 2002, menggunakan bioreaktor membran mikrofiltrasi berbahan poli eter sulfon untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 26 Biokonversi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Hybrid Anaerob Fasa Tunggal Adrianto Ahmad, Bahrudin, Said Zul Amraini dan David Andrio Lab. Rekayasa Bioproses Jurusan Teknik Kimia-Universitas Riau adri Abstract The performance of anaerobic processes in the bioconversion of palm oil mill effluent into gaseous fuel is very dependent on the concentration of biomass. Effort to increase the concentration of anaerobic biomass can be done by using anaerobic hybrid bioreactor. The bioreactor used had 3 chambers, each divided for an up and down flow pattern and having a working volume of 2,5 m3. Several series of experiments were conducted with variable hydraulic retention time HRT of 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 and 5 day under room temperature conditions and continuous operation. This study uses two anaerobic hybrid bioreactors equipped with cell immobilization media. Media used in cell immobilization is a medium density form of solid palm oil mills waste, namely empty fruit bunch and palm midrib. The results showed that the anaerobic hybrid bioreactor system was capable of converting single-phase oil palm mill effluent with a good performance, and high organic loading rate of COD removal efficiency of 84% for the bioreactor with palm midrib media and 88% for the bioreactor with empty fruit bunch media within bioconversion of one day and the stability of the bioreactor is relatively high so as to convert liquid waste into fuel gas. Keywords HRT, single-phase, the anaerobic hybrid bioreactor, wastewater 1 Pendahuluan Pemerintah Indonesia telah mencanangkan bahwa produksi minyak sawit kasar CPO pada tahun 2010 dicapai sebesar 12,29 juta ton. Setiap ton minyak sawit yang diproduksi akan menghasilkan 2,5 m3 limbah cair sehingga pada tahun tersebut akan terjadi pencemaran limbah cair sebesar 30,7 juta m3. Pencemaran ini dikategorikan sebagai pencemar lingkungan yang dahsyat karena karakteristik limbah cair tersebut mengandung COD yang sangat tinggi berkisar mg/L dan kandungan BOD5 yang cukup tinggi berkisar dari mg/L. Sementara itu baku mutu yang diperbolehkan untuk harga COD senilai 350 mg/L dan BOD5 sebesar 100 mg/L sesuai dengan KEPMEN LH N0. 51 Tahun 1995. Oleh karena itu, limbah cair pabrik kelapa sawit ini perlu dikonversi terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau perairan Ahmad dan Setiadi, 1993. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit secara biologis dapat dilakukan dengan sistem aerob atau sistem anaerob. Penanganan secara aerob mempunyai beberapa kelemahan antara lain membutuhkan biaya untuk aerasi dan penanganan lumpur. Kelemahan ini dapat diatasi oleh sistem anaerob dengan keuntungan antara lain tidak membutuhkan biaya untuk aerasi, lumpur yang dihasilkan sedikit dan menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pemanasan, pembakaran dan lain sebagainya Ahmad dan Wenten, 1999. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit di Indonesia sebagian besar menggunakan kolam anaerob fasa tunggal kemudian dilanjutkan dengan kolam aerob. Sistem ini mampu menyisihkan kandungan BOD hingga 95 %, namun dalam jangka waktu yang lama yakni 55 hari hingga 110 hari sehingga membutuhkan lahan instalasi yang sangat luas. Setiadi dan Arief 1992 berupaya mempersingkat waktu pengolahan dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal menjadi 3 hari dengan efisiensi pengolahan 75 %. Sementara itu, Setiadi dan Faisal 1994 mengembangkan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor berpenyekat anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 85 % dalam waktu pengolahan 2,5 hari. Beberapa rancangan sistem bioreaktor telah dilakukan untuk mengantisipasi agar biomassa dalam sistem tetap tinggi dengan waktu tinggal sel yang lama pada waktu tinggal hidraulik yang singkat. Ahmad dan Setiadi 1993 telah berhasil meningkatkan kinerja proses anaerob dalam mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 83 % dalam waktu 7 hari. Selanjutnya, Ahmad 2001 telah berhasil mempercepat waktu pengolahan menjadi 0,83 hari dengan efisiensi penyisahan COD sebesar 80 % menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob. Ahmad dkk 2002, menggunakan bioreaktor membran mikrofiltrasi berbahan poli eter sulfon untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 27 menggabungkan bioreaktor tersuspensi dengan teknik filtrasi membran. Tahun berikutnya, Ahmad dkk 2003 melakukan perbaikan sistem bioreaktor membran anaerob dengan menggunakan membran mikrofiltrasi berbahan polipropilen. Namun demikian, sistem tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan karena energi yang dibutuhkan relatif tinggi sehingga dinilai tidak ekonomis oleh pihak pabrik kelapa sawit. Untuk mengantisipasi fenomena tersebut maka diupayakan penggabungan sistem bioreaktor tersuspensi dan sistem bioreaktor melekat yang disebut sebagai bioreaktor hybrid anaerob. Penggabungan ini memberikan keuntungan sinergi yakni sistem bioreaktor tersuspensi mendegradasi senyawa organik menjadi asam asetat kemudian sistem bioreaktor melekat mendegradasi asam asetat menjadi gas metan dan karbon dioksida. Di samping itu, disain bioreaktor hybrid anaerob mempunyai rasio waktu tinggal biomassa dengan waktu tinggal hidraulik jauh lebih besar dibandingkan dengan sistim bioreaktor tercampur sempurna CSTR, continouos stirred tank reaktor Faisal, 1994. Makalah ini berupaya mengungkapkan biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor hibrid anaerob fasa tunggal dengan menggunakasn media imobilisasi sel yang berbeda yakni media tandan kosong sawit dan media pelepah sawit. 2 Metode Metoda penelitian yang diuraikan di bawah ini mencakup karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit, sumber biomassa, bioreaktor anaerob, peralatan bioreaktor, pengoperasian bioreaktor serta metoda analisa. Sumber dan Karakteristik Limbah Cair Limbah cair yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari pabrik kelapa sawit PT. Sei Pagar PTPN V Riau berlokasi di Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di samping itu, limbah padat berupa tandan kosong sawit dan pelepah sawit dimanfaatkan sebagai media imobilisasi sel bakteri anaerob dalam bioreaktor. Sumber Biomassa Bakteri anaerob yang digunakan berasal dari lumpur bakteri anaerob pada kolam kedua dan keempat Instalasi Pengolah Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Riau. Lumpur biomassa kolam kedua IPAL diambil sebanyak 1 m3 dan lumpur biomassa kolam keempat IPAL diambil sejumlah 1,5 m3 dimasukkan kedalam bioreaktor. Lumpur bibit bakteri anaerob dimasukkan ke dalam ruang berpenyekat sebanyak 0,5 m3 pada ruang sekat pertama dan kedua serta 1,5 m3 pada ruang sekat ketiga. Bibit bakteri anaerob sebanyak 2,5 m3 tersebut diaklimatisasi dengan cara menginjeksikan gas nitrogen kedalam bioreaktor. Proses ini dilakukan selama 20 hari untuk memastikan bahwa bibit telah teraklimatisasi dengan baik terhadap limbah cair tersebut. Peralatan Bioreaktor Hybrid Anaerob Bioreaktor hybrid anaerob yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai volume total 4,5 m3 yang terdiri dari dua ruang sekat dengan volume masing-masing sebesar 0,75 m3 dan satu ruang sekat dengan volume 3 m3, sedangkan volume cairan efektif adalah sebesar 2,5 m3. Ruang sekat pertama dan kedua diperuntukkan sebagai bioreaktor pertumbuhan bakteri anaerob tersuspensi, sedangkan ruang sekat ketiga diperuntukkan sebagai bioreaktor pertumbuhan bakteri melekat yang dilengkapi dengan media padat sebagai media imobilisasi sel. Media padat tersebut diisikan sebanyak sepertiga dari ruang sekat. Ruang aliran arah kebawah dirancang sepertiga dari ruang aliran keatas pada setiap ruang berpenyekat. Rancangan bioreaktor tersebut secara rinci ditampilkan pada Gambar 1 InletGas meterEffluent SekatGambar 1 Bioreaktor Hybrid Anaerob BIOHAN PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 28 Penyekat-penyekat yang dipasang secara vertikal memaksa agar aliran limbah cair yang masuk dari bagian atas mengalir sesuai dengan bentuk pola aliran di dalam ruang berpenyekat. Perjalanan aliran limbah cair tersebut kembali memaksa melewati bagian atas penyekat dan begitu seterusnya sehingga mengalir keluar dari bioreaktor. Bakteri anaerob di dalam bioreaktor cenderung terangkat dan terendapkan kembali akibat terbentuk biogas selama proses biokonversi secara anaerob. Bakteri anaerob tersebut akan bergerak secara perlahan ke arah horizontal sehingga terjadi kontak antara biomassa aktif dan limbah cair yang masuk serta aliran keluar relatif bebas dari padatan biomassa. Tahap Penentuan Laju Alir Umpan Optimum Fasa Tunggal Variabel proses yang digunakan adalah laju alir umpan limbah cair pabrik kelapa sawit yakni 500 L/hari; 625 L/hari; 714 L/hari; 830 L/hari; 1000 L/hari; 1250 L/hari; 1667 L/hari dan 2500 L/hari dengan waktu tinggal hidraulik 1 ;1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 dan 5 hari. Kondisi operasi bioreaktor hybrid anaerob pada suhu ruang dan kontinu. Parameter yang diamati antara lain pH, suhu, asam lemak volatil yang dinyatakan sebagai asam asetat, alkalinitas, COD total, konsentrasi biomassa sebagai VSS, volume gas dan komposisi biogas. Lokasi dan Frekuensi Sampel Parameter yang dikaji pada penelitian ini antara lain pH, suhu, COD, VSS, total asam lemak volatil TAV, alkalinitas, produksi biogas dan komposisinya. Jenis dan frekuensi pengambilan sampel ditampilkan pada Tabel 1 berikut. Metoda Analisa Parameter yang diamati antara lain pH, suhu, asam lemak volatil yang dinyatakan sebagai asam asetat, alkalinitas, COD total, konsentrasi biomassa sebagai VSS. Parameter tersebut dianalisa sesuai dengan metoda standar APHA, AWWA, WCF, 1992, sedangkan volume gas dengan metoda penampungan dengan larutan NaCl jenuh. Tabel 1. Parameter, lokasi dan frekuensi sampel 3 Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan diuraikan mengenai karakteristik limbah cair, pengaruh laju alir umpan terhadap proses optimalisasi bioreaktor hybrid anaerob, pengaruh laju pembebanan organik terhadap kinerja bioreaktor. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada bagian ini dikaji tentang karakteristik limbah cair yang akan digunakan sebagai umpan bioreaktor hybrid anaerob. Limbah cair yang digunakan adalah limbah cair Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Riau dengan karakteristik seperti ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Padatan Tersuspensi Total TSS Padatan Volatil Tersuspensi TVS Padatan Tersuspensi Volatil VSS PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 29 Tabel 2 menunjukkan bahwa limbah cair pabrik kelapa sawit yang akan diolah dengan bioreaktor hybrid anaerob mempunyai kandungan organik yang tinggi dan bersifat asam. Berdasarkan kandungan senyawa organik tersebut maka proses biokonversi yang sesuai adalah proses anaerob. Menurut Malina dan Pohland 1992 bahwa limbah cair yang mengandung COD di atas 3000 mg/L lebih baik diolah secara anaerob dibandingkan dengan proses aerob. Hal ini disebabkan bahwa biokonversi limbah cair dengan kandungan COD di atas 3000 mg/L secara aerob membutuhkan energi yang besar untuk proses aerasi. Pengaruh Laju Alir Umpan Terhadap Optimalisasi Bioreaktor Hasil pengamatan selama variabel laju alir umpan pada bioreaktor hybrid anaerob ditampilkan dengan melihat hubungan antara laju alir umpan terhadap pH dan konsentrasi asam lemak volatil, serta kehilangan biomassa anaerob. pH Dan Asam Lemak Volatil Pengaruh laju alir umpan terhadap pH dan asam lemak volatil yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai pH mendekati konstan dan tidak dipengaruhi oleh peningkatan laju alir umpan pembebanan organik. Hal ini bisa saja terjadi karena fluktuasi pH sistem sangat dipengaruhi oleh alkalinitas yang terbentuk selama proses anaerob. Pada penelitian ini, alkalinitas yang terbentuk mampu menetralisir perubahan pH yang terjadi di dalam sistem. Sementara itu, semakin tinggi laju alir umpan mengakibatkan semakin menurun konsentrasi asam lemak volatil. Konsentrasi asam lemak volatil yang diperoleh berkisar dari mgTAV/L pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong sawit, sedangkan pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia pelepah sawit sebesar 893 mgTAV/L. Rentang konsentrasi asam lemak volatil ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peneliti lain Nakamura dkk., 1993; Ng dkk., 1985; Ahmad, 1992. Nakamura dkk. 1993 memperoleh konsentrasi asam lemak volatil sekitar 400 mg/L pada SRT 8 jam dengan menggunakan substrat glukosa. Sementara itu, Ng dkk. 1985 memperoleh asam lemak volatil sebesar mg/L pada waktu tinggal hidraulik 1 hari dengan menggunakan substrat limbah cair industri minyak sawit, sedangkan Ahmad dan Setiadi 1993 memperoleh asam lemak volatil sebesar mg/L pada waktu tinggal a b Gambar 2 Pengaruh laju alir umpan terhadap pH dan asam lemak volatil pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosonga dan pelepah sawit b a b Gambar 3 Pengaruh laju alir umpan terhadap kehilangan biomassa anaerob pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong a dan pelepah sawit b PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 30 hidraulik 2 hari dengan menggunakan limbah cair industri minyak sawit. Sementara itu, Sam-Soon dkk. 1991 memperoleh asam lemak volatil sebesar 13 mg/L pada pembebanan organik 4,2 kgCOD/m3-hari dengan menggunakan substrat yang mengandung asam lemak rantai panjang asam oleat. Kehilangan Biomassa wash-out Konsentrasi bakteri anaerob di dalam sistem bioreaktor hybrid anaerob diwakili oleh konsentrasi VSS volatile suspended solid di dalam bioreaktor. Pengaruh laju alir umpan terhadap kehilangan wash-out biomassa anaerob dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa kehilangan biomassa semakin menurun dengan meningkatnya laju alir umpan. Peningkatan debit umpan menyebabkan pola aliran di dalam sistem menjadi turbulen dan dapat menghanyutkan padatan biomassa sehingga terbawa aliran keluar dari sistem. Hasil ini membuktikan bahwa sistem bioreaktor hybrid anaerob telah optimal mencegah terjadinya kehilangan biomassa dari sistem. Dengan sendirinya konsentrasi biomassa dalam bioreaktor dapat ditingkatkan dan waktu tinggal biomassa dapat diperpanjang, sehingga bioreaktor ini mampu mengkonversi limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi bahan bakar gas. Pengaruh Laju Pembebanan Organik Terhadap Kinerja Bioreaktor Hasil pengamatan selama variabel laju pembebanan pada bioreaktor hybrid anaerob ditampilkan dengan melihat hubungan antara laju pembebanan organik terhadap penyisihan bahan organik, Variabel laju pembebanan yang dikaji yakni, 10; 12,5; 14,3; 16,6; 20; 25; 33 dan 50 KgCOD /M3-hari Penyisihan Bahan Organik Penyisihan bahan organik dan efisiensi penyisihan bahan organik ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi laju pembebanan organik akan mengakibatkan semakin tinggi penyisihan bahan organik. Hal ini dapat dimengerti karena dengan semakin tinggi pembebanan organik berarti semakin banyak bahan organik yang diberikan dengan sendirinya semakin banyak yang dapat disisihkan. Sejalan dengan hal tersebut, terlihat bahwa efisiensi penyisihan bahan organik relatif tinggi dan konstan. Efisiensi penyisihan bahan organik ini menunjukkan kemampuan biodegradasi limbah cair pabrik kelapa sawit oleh bakteri anaerob menjadi gas metan dan gas CO2. Semakin tinggi efisiensi penyisihan bahan organik menunjukkan bahwa bahan organik yang diubah menjadi gas metan semakin banyak, sebaliknya gas CO2 semakin menurun. Hal ini dapat dipahami karena dengan pembebanan organik tinggi maka bahan organik lebih banyak diuraikan menjadi asam asetat, selanjutnya asam asetat diubah menjadi biogas oleh kelompok bakteri metanogen. Hal ini dibuktikan dengan semakin tinggi efisiensi penyisihan bahan organik sebesar 88 % pada bioreaktor hybrid bermedia tandan kosong sawit dan 84 % pada bioreaktor hybrid bermedia tandan kosong sawit dengan laju pembebanan organik sebesar 50 KgCOD /M3-Hari. Menurut Malina dan Pohland 1992 bahwa tingkat kinerja pengolahan anaerob yang baik berkisar dari 80-90% penyisihan bahan organik. Studi Banding Kinerja Bioreaktor Hybrid Anaerob Studi banding kinerja bioreaktor ditinjau dengan membandingkan kinerja bioreaktor hybrid anaerob dengan berbagai kinerja bioreaktor anaerob lainnya dalam mengkonversi limbah cair industri. Perbandingan kinerja bioreaktor ini dengan bioreaktor lainnya ditampilkan pada Tabel 4. a b Gambar 4 Pengaruh laju pembebanan organik terhadap penyisihan dan efisiensi penyisihanbahan organik pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong a dan pelepah sawit b PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 31 Tabel 4. Perbandingan Kinerja Bioreaktor Hybrid Anaerob Dengan Bioreaktor Lain Beban Organik kgCOD/m3-hari Efisiensi Penyisihan organik % Keterangan AP = anaerobic pond; HRPA = High-rate anaerobic pond; DTP = digester two-phase; DDU= digester daur ulang; DTDU= digester tanpa daur ulang; DSA = digester semi-kontinu anaerob; BUFAN = bioreaktor unggun fluidisasi anaerob; HABR = hybrid anaerobic baffled reactor; ABR = anaerobic baffled reactor; MABR = modified anaerobic baffled reactor; BIOPAN = bioreaktor berpenyekat anaerob; WTH = waktu tinggal hidraulik; BIOHAN = bioreaktor hybrid anaerob Tabel 4 menunjukkan bahwa kinerja bioreaktor hybrid anaerob baik bermedia tandan kosong sawit maupun bermedia pelepah sawit memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem anaerobic pond dan high-rate anaerobic pond Thanh, 1980. Pada sistem anaerobic pond meskipun penyisihan COD lebih tinggi dari penelitian ini, namun memerlukan waktu pengolahan yang sangat lama yaitu 15-20 hari. Hal yang sama juga diperoleh pada high-rate anaerobic pond yaitu penyisihan sebesar 95 % selama waktu pengolahan 15 hari, dan bioreaktor berpenyekat anaerob mampu menyisihkan COD sebesar 86 % selama waktu tinggal cairan 20 jam Ahmad, 2001, sedangkan pada penelitian ini mampu menyisihkan COD dengan efisiensi penyisihan sebesar 88 % dan 84 %, berturut-turut bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong sawit dan bioreaktor hybrid anaerob bermedia pelepah sawit pada waktu tinggal 1 hari. Disamping itu, kinerja bioreaktor hybrid anaerob memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan digester dua tahap Ng dkk., 1985. Digester dua tahap hanya mampu menyisihkan COD sebesar 78 % pada waktu tinggal cairan 11 hari. Di samping itu, kinerja bioreaktor hybrid anaerob memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob Arief, 1992; Ahmad dan Setiadi, 1993. Bioreaktor unggun fluidisasi anaerob satu tahap hanya mampu menyisihkan COD sebesar 75 % selama waktu tinggal cairan 3 hari, sedangkan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob dua tahap mampu menyisihkan COD sebesar 93 % selama waktu tinggal 5 hari. Waktu pengolahan yang cukup singkat yakni 1 hari pada penelitian ini menunjukkan bahwa sistem bioreaktor hybrid anaerob lebih baik karena ukuran bioreaktor yang relatif kecil dengan sendirinya kebutuhan lahan untuk membangun instalasinya relatif penghematan secara ekonomi. Bila dibandingkan bioreaktor hybrid anaerob pada penelitian ini dengan sistem yang lain dalam mengolah limbah cair industri minyak sawit Faisal, 1994; Retnowati, 1996 menunjukkan bahwa penyisihan COD pada penelitian ini relatif sama, namun waktu pengolahan jauh lebih pendek yaitu 1 hari. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa sistem bioreaktor hybrid anaerob dengan pengendalian proses pada kondisi pH 7 lebih unggul dibandingkan dengan sistem bioreaktor lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pH 7 aktivitas bakteri metanogen lebih optimal dalam memanfaatkan senyawa organik sederhana menjadi biogas. Menurut Benefield dan Randall 1980, bakteri metan sangat sensitif terhadap perubahan pH. Laju fermentasi metan relatif konstan pada rentang pH 6,0 hingga 8,5, namun menurun sangat cepat diluar rentang tersebut. Menurut Sahm 1984 bahwa aktivitas metan relatif konstan pada rentang pH 6-8. Kelebihan bioreaktor hybrid anaerob ditunjukkan oleh kemampuan untuk menerima pembebanan COD tinggi yakni sebesar 50 KgCOD/m3-hari pada waktu tinggal 1 hari dengan efisiensi penyisihan COD sebesar 84-88 %. Dengan demikian, bioreaktor hybrid anaerob mampu digunakan untuk biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi bahan bakar gas dengan beban COD tinggi. 4 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut 1. Laju alir umpan optimum bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong diperoleh sawit sebesar L/hari, pH relatif konstan sebesar 7,2, konsentrasi asam lemak volatil sebesar PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 32 mgTAV/L, kualitas efluen sebesar mgCOD/L, kehilangan biomassa anaerob sebesar mgVSS/L, efisiensi penyisihan COD sebesar 88 % dengan laju pembebanan organik sebesar 50 kgCOD/m3-hari dan waktu tinggal hidraulik sebesar 1 satu hari. 2. Laju alir umpan optimum bioreaktor hybrid anaerob bermedia pelepah sawit diperoleh sebesar L/hari, pH relatif konstan sebesar 7,2, konsentrasi asam lemak volatil sebesar 895 mgTAV/L, kualitas efluen sebesar mgCOD/L, kehilangan biomassa anaerob sebesar mgVSS/L, efisiensi penyisihan COD sebesar 84 % dengan laju pembebanan organik sebesar 50 kgCOD/m3-hari dan waktu tinggal hidraulik sebesar 1 satu hari. 3. Pada berbagai laju alir umpan yang diuji diperoleh pH pada rentang 6,9 hingga 7,5, konsentrasi asam lemak volatil pada rentang 891 hingga mgTAV/L, kehilangan biomassa anaerob pada rentang hingg mgVSS/L. 4. Pada berbagai laju pembebanan COD diperoleh efisiensi penyisihan bahan organik pada rentang 40 % hingga 88 % dengan kualitas COD efluen pada rentang hingga mgCOD/L. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Penelitian Unggulan Strategis Nasional Batch I tahun 2009 dengan surat perjanjian Pelaksanaan Penelitian No. 428/SP2H/PP/DP2M/VI/2009 tanggal 20 Juni 2009. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, A, Kinerja Bioreaktor Unggun Fluidisasi Anaerobik Dua Tahap Dalam Mengolah Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit, Laporan Magang, PAU-Bioteknologi ITB, Bandung, 1992 Ahmad, A, T. Setiadi dan IG Wenten, Bioreaktor Membran Anaerob Untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak Sawit, Laporan Akhir HIBAH BERSAING IX, DP3M DIKTI DEPDIKNAS RI, Jakarta, 2003 Ahmad, Adrianto, Biodegradasi Limbah Cair Industri Minyak Sawit Dalam Sistem Bioreaktor Anaerob, Disertasi, Program Pascasarjana ITB, Bandung, 2001 Ahmad, A dan T. Setiadi, Pemakaian bioreaktor unggun fluidisasi anaerob dua tahap dalam mengolah limbah cair pabrik minyak sawit, Seminar Nasional Bioteknologi Industri, PAU-Bioteknologi ITB, Bandung, 27-29 Januari, 1993 APHA, AWWA & WCF, Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, American Public Health Association, Washington DC, 1992 Arief, M., Pengolahan Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Unggun Fluidisasi Anaerobik, Thesis Magister ITB, Bandung, 1992 Boopathy, R dan Sievers, Performance of a Modified Anaerobic Baffled Reactor ABR to Treat Swine Waste, Transactions of the ASAE., 346, 1991 Boopathy, R, Larsen, dan Senior, E., âPerformance of Anaerobic Baffled Reactor ABR in Treating Distillary Wastewater from a Scotch Whisky Factoryâ., Biomass, 16, 133-143 1988 Chen, Li dan Shieh, âPerformance Evaluation of The Anaerobic Fluidized Bed Systems I. Substrat Utilisation and Gas Productionâ, J. Chem Tech. Biotech., 35, 101-109, 1985 Chin, Anaerobic treatment kinetics of palm oil sludge, Wat. Res., 15, 199-202, 1981 Faisal, Pengolahan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Berpenyekat Anaerobik, Thesis Magister ITB, Bandung, 1994 Ghosh, S dan Klass, âTwo-Phase Anaerobic Digestionâ, Process Biochemistry, april, 15-24, 1978 Grobicki, A dan Stuckey, âPerformance of the Anaerobic Baffled Reactor under Steady State and Shock Loading Conditionâ, Biotechnol. And Bioeng., 37, 344-355, 1991 Gujer, W dan Zehnder, â Conversion Processes in Anaerobic Digestionâ, Wat. Sci. Tech., 15, 127-167, 1983 Heijnen, J. J., A. Mulder, W. Enger, Lourens, Keijzers dan Hoeks, âApplication of Anaerobic Fluidized Bed Reactors in Biological Wastewater Treatmentâ, Starch/Starke., 3812, 419-428, 1986 Hickey, Wu, Veiga dan R. Jones, âStart-up, Monitoring and Control of High-rate Anaerobic Treatment Systemsâ, Water Sci. Tech., 248, 207-255, 1991 Lema, et al., âChemical Engineering Concept in Operation and Design Process Anaerobic Wastewater Treatmentâ, Water Sci. Tech., 248, 79-86, 1991 PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 33 Malina, dan Pohland, Design of anaerobic processes for the treatment of industrial and municipal wastes, Water Quality Management Library, Vol. 7, 1992 McInerney, â Anaerobic Hydrolysis and Fermentation of Fats and Proteinâ, Biology of Anaerobic Microorganism, editor Zehnder, John Willey and Sons, New York, 1988 Nakamura, M, H. Kanbe dan J. Matsumoto, âFundamental Studies on Hydrogen Production in the Acid-Forming Phase and Its Bacteria in Anaerobic Treatment Processes-the Effects of Solids Retention Timeâ, Wat. Sci. Tech., 287, 81-88, 1993 Ng, Wong dan Chin, âTwo-phase Anaerobic Treatment Kinetics of Palm Oil Wastewatersâ, Water Res., 195, 667-669. 1985 Retnowati, Pengaruh Laju Pembebanan dan Resirkulasi Pada Kinerja Biopan Untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak Sawit, Thesis Magister ITB, Bandung, 1996 Sam-Soon, P, Loewenthal, M, C. Wentzel dan GvR. Marais, âa Long-chain Fatty Acids, Oleat, as Sole Substrate in UASB Reactor Systemsâ, Water SA., 171, 31-36, 1991 Thanh, High organic wastewater control and management in the tropics, Water Pollution Control Conference, CDG, AIT-ERL, Bangkok, Nov., 1980 Yang, dan Chou, âHorizontal-Baffled Anaerobic Reactor for Treating Diluted Swine Wastewaterâ, Agricultural Waste, 14, 221-239, 1985 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this NakamuraHiroshi KanbeMatsumoto JIEffects of solids retention time SRT on hydrogen gas production, glucose degradation and anaerobic bacteria in anaerobic treatment processes were investigated with use of 11,700 mg/l glucose solution as a substrate. Five series of experiments were conducted at 36 ± 1°C. Volatile fatty acids were produced in the order acetic, n-butyric, propionic and n-valeric with concentration of effluent. Counts of general anaerobic bacteria and acid-forming bacteria in each reactor increased with increasing SRT, and counts of genus Clostridium and sulphate reducing bacteria in the reactor decreased with increasing SRT of the reactor. Gas production rates and gas composition were investigated to obtain information on energy production. Solids retention time increased from 2 to 10 h, hydrogen gas content decreased from 12 to 9%. The kinetic constants such as the microbial decay coefficient Kd, the maintenance coefficient m and the growth yield for microorganisms YG were and day-1, respectively. Raj SieversTwo laboratory scale, anaerbic baffled reactors one with two chambers, a second with three chambers were used to successfully treat whole swine manure. COD reductions were 69% and 62%, respectively, with maximum methane production of and L/g VS added at a loading of 4 g VS/L d. The baffled chambers did an excellent job of trapping the small diameter, methane containing particles of proteins, cellulose, hemicellulose and lipids. Solids retention times of 22 and 25 days were achieved with a corresponding hydraulic retention of 15 a prelude to the individual papers describing the various anaerobic treatment process configurations, the anaerobic treatment process is described in terms of chemical reaction engineering. These descriptions are made in terms of kinetics, stoichiometry, thermodynamics and mass transfer considerations. The implications of these concepts on design and operations are also discussed. Ping-Yi YangC. Y. ChouThe main objective of this study was to develop a low capital cost, simply operated and effective anaerobic reactor for treating, in the tropics, highly-diluted swine wastewater containing particulate solids. A horizontal-baffled reactor with a liquid volume of 20 liters was tested at 30°C. Supernatant of settled swine wastewater with a TVS concentration under 2 g literâ1 was used as feedstock. The reactor was an effective design for increasing the SRT 15â300 days at the low HRT 025â5 days being used. Maximum TCOD removal and maximum methane production rates of 81% and 08 liter literâ1 dayâ1 at a TCOD loading rate of 25 and 85 g literâ1 dayâ1, respectively were observed. Operational performance was comparable with the anaerobic filter in treating the supernatant of settled swine wastewater. This reactor configuration was also simple in construction and operation compared with other existing anaerobic reactors. Shuvo KlassAn improved two phase anaerobic digestion process in which an initial phase continually receives an organic feed for short detention times of less than two days under conditions which efficiently liquefy and breakdown the feed to lower molecular weight acids and other intermediates for conversion to methane. A succeeding phase is operated to treat the lower molecular weight acids and intermediates for detention times of about two to about seven days under conditions which efficiently lead to production of methane. The feed is loaded in the first phase at rates from about 1 to about 10 pounds of total organics per cubic foot per day; and the products from the initial phase are loaded in the succeeding phase at rates of about to about pounds total organics per cubic foot per day. 2 J Enger Arnold MulderF. W. J. M. M. HoeksFrom pilot experiments 0,3â3,6 m3 and full scale application 300 m3 it is shown that the improved anaerobic fluid bed technology represents a very reliable and compact high-rate technology for the purification of highly fluctuational industrial wastewater. A two-stage process acidification/methanation appeared to have advantages with respect to process stability as well as purification capacity. On full scale the average purification capacity, reached six months after start-up, was 28 kg COD/m3 day based on the volume of the methane reactor, with peaks of 50 kg COD/m3 day. Further increases in capacity may be expected in the future. Anwendung der anaeroben Wirbelschichttechnik bei der biologischen Abwasser-Behandlung. Anhand von Pilotversuchen 0,3â0,6 m3 und Versuchen im ProduktionsmaĂstab 300 m3 wird gezeigt, daĂ die entwickelte anaerobe Wirbelschichttechnik ein sehr zuverlĂ€ssiges kompaktes Hochleistungsverfahren darstellt fĂŒr die Reinigung der stark variablen industriellen AbwĂ€sser. Es zeigte sich, daĂ ein 2stufiges Verfahren groĂe Vorteile bietet in bezug auf ProzeĂstabilitĂ€t und ReinigungskapazitĂ€t. Die Abbauleistung im ProduktionsmaĂstab erreichte nach sechs Monaten einen Mittelwert von 28 kg CSB/m3 Tag bezogen auf den Methan-Reaktor und einen Spitzenwert von etwa 50 kg CSB/m3/Tag. Eine weitere Steigerung der KapazitĂ€t in Zukunft ist nicht J. ChenChun T. LiWen K. ShiehCOD removal efficiencies in the range 75 to 98% were achieved in an anaerobic fluidised bed system designed for the recovery of methane from liquid wastes, when evaluated at COD loadings of between to 108 kg mâ3 dayâ1, hydraulic retention times of between to 8 h, and feed COD concentrations of beween 480 to 9 000 mg dmâ3. More than 90% of feed COD could be removed up to COD loadings of about 40 kg mâ3 dayâ1. Up to around 300 dm2 of methane were produced per kg COD removed and this methane production rate was independent of the COD loadings applied in this investigation. Volatile acid concentration in the reactor increased sharply at a COD loading of about 40 kg mâ3 dayâ1 and therefore, sufficient alkalinity should be provided to prevent pH from dropping to the undesirable level. The anaerobic fluidised bed system can be operated at a significantly higher liquid throughputs while maintaining its excellent efficiency. Jern Wun ChinA laboratory-scale two-phase anaerobic digestion system was used to treat a palm oil mill effluent POME containing around 63,000 mg lâ1 COD. Phase separation was accomplished through control of the hydraulic retention times of two reactors operated in series. Acid and methane phase biokinetic coefficients were evaluated. Steady state parameters indicate good process stability with high gas yields.
Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit â Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar TBS kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil CPO dan Palm Kernel Oil KPO langsung dialirkan menuju ketempat pengolahan limbah. Berdasarkan data yang didapat dari PT Perkebunan Mitra Ogan 2015, fungsi dari setiap kolam pengolahan limbah pada pabrik kelapa sawit, yaitu 1. Fat Pit Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit PKS dialirkan masuk kedalam fat pit. Kolam fat pit digunakan untuk menampung cairan â cairan yang masih mengandung minyak yang berasal dari air kondensat dan stasiun klarifikasi. Pada fat pit ini terjadi pemanasan dengan menggunakan steam dengan suhu 60-80 oC. Pemanasan ini berguna untuk memudahkan dalam pemisahan minyak dengan sludge, sebab pada fat pit ini masih memungkinkan untuk dilakukan pengutipan minyak dengan menggunakan skimmer. Limbah cair dari fat pit ini lalu dialirkan ke dalam kolam cooling pond yang berguna untuk mendinginkan limbah yang dipanaskan Wibisono, 2013. 2. Kolam Pendinginan Limbah cair yang telah dikutip minyaknya pada oil trap fatpit mempunyai karakteristik pH 4 â 4,5 dengan suhu 60 â 80 oC sebelum limbah dialirkan ke kolam pengasaman acidifaction pond suhunya diturunkan menjadi 40 â 45 oC agar bakteri mesophilik dapat berkembang dengan baik. Gambar 1. Cooling Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 1 merupakan gambar pengambilan bahan baku berupa air limbah kelapa sawit yang terletak di cooling pond. Pada Gambar 1, limbah cair yang telah dikutip minyaknya pada oil trap fatpit mempunyai karakteristik pH 4 â 4,5 dengan suhu 60 â 80 oC sebelum limbah dialirkan ke kolam pengasaman acidifaction pond suhunya diturunkan menjadi 40 â 45 oC agar bakteri mesophilik dapat berkembang dengan baik. pendinginan penting dalam mempersiapkan kondisi kehidupan bakteri mesofilik. Dengan temperatur sekitar 38 0C maka bakteri akan berkembang dengan baik, dengan lama penahan limbah ± 5 hari, bagian minyak yang terapung diatas permukaan dikembalikan ke bagian produksi untuk diolah lanjut, kolam ini biasanya berukuran lebar dan dangkal. 3. Kolam Pengasaman Setelah dari kolam pendingin, limbah mengalir ke kolam pengasaman yang berfungsi sebagai proses pra kondisi bagi limbah sebelum masuk ke kolam anaerobik. Pada kolam ini, limbah akan dirombak menjadi volatile fatty acid VFA. Kolam pengasaman pada pabrik kelapa sawit, dilampirkan pada gambar berikut. Gambar 2. Acidifaction Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 2 merupakan kolam pengasaman dimana limbah yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan menghasilkan senyawa asam. Supaya senyawa asam yag terkandung didalam limbah tidak mengganggu proses pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman acidification. Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 â 4, dan kemudian pH nya naik setelah asam â asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut. 4. Kolam Resirkulasi Resirkulasi dilakukan dengan mengalirkan cairan dari kolam anaerobik yang terakhir ke saluran masuk kolam pengasaman yang bertujuan untuk menaikkan pH dan membantu pendinginan. 5. Kolam Pembiakan Bakteri Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi yang optimum untuk kolam ini adalah pH suhu 30 â 40 oC untuk bakteri mesophyl, kedalaman kolam 5-6 m dan ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk pabrik kelapa sawit PKS kapasitas 30 tonTBS/jam. 6. Kolam Anaerobik Limbah dari kolam pengasaman akan mengalir ke kolam anaerobik primer. BOD limbah setelah keluar dari kolam anaerobik sekunder maksimal ialah 3000 mg/l dengan pH minimal 6,0. Kolam anaerobik dapat dilihat pada gambar 3 berikut Gambar 3. Anaerob Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Pada Gambar 3 diatas, pH dari kolam pengasaman masih sangat rendah, maka limbah harus dinetralkan dengan cara mencampurkannya dengan limbah keluaran pipa outlet dari kolam anaerobik. Bersamaan dengan ini, bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan CO2. Selanjutnya bakteri metana Methanogenic Bacteria akan merubah asam organik menjadi methane dan CO2. BOD limbah pada kolam anaerobik primer masih cukup tinggi, maka limbah harus diproses lebih lanjut pada kolam anaerobik sekunder, dimana kolam ini dapat dikatakan beroperasi dengan baik apabila nilai parameter utamanya berada pada tetapan sebagai berikut pH 6 - 8 Volatile fatty acidVFA < 300 mg/l Alkalinitas < 2000 mg/l 7. Kolam Fakultatif Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik atau dapat disebut proses penon-aktifan bakteri anaerob dan pra kondisi dari proses aerobic. Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7,6 â 7,8. Biological Oxygen Demand BOD 600-800ppm, Chemical Oxygen Demand COD1250-1750 ppm. Aktivitas ini dapat diketahui dengan indikasi pada permukaan kolam yang tidak dijumpai scum dan cairan tampak kehijau -hijauan. Proses fakultatif ini dilakukan di dalam kolam sedimentasi yang terlihat pada gambar berikut. Gambar 4. Sedimentation Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 4 merupakan kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik atau dapat disebut proses penon-aktifan bakteri anaerob dan pra kondisi dari proses aerobic. Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7,6 â 7,8. BOD 600-800ppm, COD 1250-1750 ppm. Aktivitas ini dapat diketahui dengan indikasi pada permukaan kolam yang tidak dijumpai scum dan cairan tampak kehijau-hijauan. 8. Kolam Aerasi Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Kolam ini dibuat dengan kedalaman 3m dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua uni talat aerator. 9. Kolam Aerobik Proses yang terjadi pada kolam anaerobik adalah proses aerobic. Pada kolam ini, telah tumbuh ganging dan mikroba heterotrof yang berbentuk flocs. Proses ini merupakan langkah penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam. Gambar 5. Anaerob Pond sirk pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 5 menunjukkan bahwa kolam Anaerob ini berfungsi untuk menurunkan BOD, dan COD serta minyak dan lemak dari limbah pabrik sawit. Ciri utama kolam anaerobik adalah permukaan kolam tertutup oleh jenis khamir sehingga ketersedian oksigen dan cahaya matahari sangat rendah di dalam kolam yang mengefektifkan kinerja bakteri anerob dalam mengurai limbah 10. Land Application Kolam ini merupakan tempat pembuangan terakhir limbah, dimana Proses yang terjadi pada kolam ini adalah proses penon-aktifan bakteri anaerobic dan prakondisi proses aerobic. Aktivitas ini dapat diketahui dengan indikasi pada permukaan kolam tidak dijumpai scum dan cairan tampak kehijau-hijauan Dari seluruh rangkaian proses tersebut, masa tinggal limbah selama proses berlangsung mulai dari kolam pendinginan hingga air dibuang ke badan penerima membutuhkan masa waktu tinggal selama kurang lebih 120 â 150 hari.
kolam limbah pabrik kelapa sawit